BIOGRAFI
UBAIDAH IBN AL-HARITS
Ubaidah ibn al-Harits adalah seorang sahabat Rasulullah saw. dari
suku Quraisy keturunan Bani Muthalib. Ayahnya bernama al-Harits ibn Abduk
Muthalib ibn Abdu Manaf dan ibunya bernama Sukhailah binti Khuza’I ibn
al-Huwairits al-Tasaqafiyah. Ia dipanggil dengan nama Abu al-Harits dan Abu
Muawiyah.
Nama Ubaidah ibn al-Harits tidak terkenal sebagaimana
sahabat-sahabat Rasulullah saw. lainnya, namun perjuangan beliau memberikan
semangat dan kekuatan bagi kaum muslimin lainnya. Kiprahnya dalam membela
Rasulullah saw. sangat dikagumi karena ia juga merupakan kerabat dekat Nabi
yaitu sepupu Rasulullah saw.
Ubaidah ibn al-Harits memeluk agama Islam sebelum Rasulullah saw.
menjadikan rumah al-Arqam ibn Abu al-Arqam sebagai pusat kajian dan penyebaran
Islam. Beliau memeluk islam bersamaan dengan Abu salamah ibn Abdul Asad,
Abdullah ibn al-Arqam al-Makhzumi, dan Utsman ibn Mazh’un.
Usia Ubaidah ibn al-Harits lebih tua sepuluh tahun dari Nabi
Muhammad, tetapi ia memiliki kedudukan tersendiri di hadapan Rasulullah saw.
baik karena kesetiaan maupun kemampuannya. Ketika Rasulullah saw. mengizinkan
para sahabat untuk hijrah ke Yatsrib, Ubaidah ibn al-Harits ikut hijrah bersama
rombongan kaum muslim. Beliau menempuh perjalanan hijrah ditemani oleh dua
orang saudaranya yaitu al-Tufail dab al-Hishin ibn al-Harits, dan juga ditemani
oleh Misthah ibn Utsatsah. Di Yatsrib mereka tinggal bersama keluaga Abdullah
ibn Salamah al-Ajlani.
Ubaidah ibn al-Harits Sang Pemegang Bendera Islam Pertama
Dalam kitab Tarikh, Abu Ja’far al-Thabari meriwayatkan dari
al-Waqidi bahwa pada bulan Syawal tahun pertama Hijriah Rasulullah saw.
menyerahkan bendera putih kepada Ubaidah ibn al-Harits ibn Abdul Muthalib ibn
Abdu Manaf seraya memerintahkan bertolak ke Bathni Utstsah. Tiba di Tsaniyatil
Marah (wilayah Juhfah) bersama 60 orang Muhajirin (tanpa didampingi seorang
Anshar pun), mereka bertemu kaum musyrik di dekat mata air Ahya. Terjadilah
perang panah di antara mereka. Abu Ja’far mengutip dari Ibn Ishaq bahwa perang
kecil itu terjadi pada tahun kedua Hijriyah, berbeda dengan pendapat al-Waqidi.
Para Ahli juga berbeda pendapat tentang siapa yang pertama kali
diberi kepercayaan memegang bendera, Abu al-Hasan al-Hasan al-Maidani
menuturkan bahwa bendera pertama yang diserahkan oleh Rasulullah saw. kepada
pasukan sariyah (perang yang tidak diikuti Nabi saw.) diberikan kepada Hamzah
ibn Abdul Muthalib yang diutus ke saif al-Bahr. Sementara Ibn Ishaq mengatakan
bahwa bendera pertama diberikan kepada pasukan sariyah yang dipimpin oleh
Ubaidah ibn al-Harits.
apakah Hamzah ibn Abdul
Muthalib ataukah Ubaidah ibn al-Harits. Al-Thabari mengatakan bahwa kebanyakan
ulama melihat bendera Ubaidah ibn al-Harits sebagai bendera Islam pertama yang
diserahkan oleh Rasulullah saw
Peran Ubaidah ibn al-Harits Dalam Perang Badar
Perang badar terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun kedua hijriyah.
Pada peperangan tersebut Rasulullah memgawa 313 orang tentara, termasuk
didalamnya Ubaidah ibn al-Harits, Hamzah ibn Abdul Muthalib dan Ali ibn Abu
Thalib. Dalam peperangan itu jumlah kaum Muhajirin sebanyak 77 orang dan kaum
Anshar sebanyak 236 orang. Mereka membawa beberapa ekor kuda, 60 baju perang,
dan 70 ekor unta. Mereka semua berjalan beriringan. Sementara pasukan musyrik
berjumlah kurang lebih 1000 pasukan. Mereka membawa 200 ekor kuda, 600 baju
perang, dan 700 ekor unta. Namun dengan jumlah pasukan dan perlengkapan yang
jauh lebih besar itu mereka tak mampu mengalahkan kaum muslim.
Sebelum perang berkecamuk, maju tiga orang sahabat Anshar dan dua
sahabat Anshar lainnya, yaitu Mu’awwidz ibn al-Harits, dan Auf ibn al-Harits
langsung loncat ke medan laga memenuhi tantangan duel itu. Ketiga muslim itu
langsung menghunus pedang mereka berhadapan dengan tiga orang kafir. Namun
setelah mereka berhadapan, utbah dan dua kawannya bertanya,
“Siapa kalian ?”
Abdullah ibn Ruwahah menjawab, “kami laki-laki Anshar.”
Dengan angkuh dan nada yang sinis, Utbah dan Syaibah berkata,
“kami tak punya urusan dengan kalian.”
Lalu kafir Quraisy itu kembali menyerukan tantangan dengan lantang
: “wahai Muhammad, perintahkanlah tiga orang dari kaum kami (Muhajirin) yang
pantas menghadapi kami!”
Mereka merasa bahwa kaum Anshar lebih rendah derajatnya daripada
kaum Quraisy, karena Kaum Quraisy merupakan suku yang
terpandang dan sangat dihormati di jazirah Arab, terutama karena mereka yang
berkuasa dalam mengelola Tanah Haram Makkah, di mana Ka’bah telah menjadi
tempat ziarah mereka selama ratusan tahun atau bahkan ribuah tahun.
Kemudian Rasulullah saw. Memerintahkan kepada para sahabatnya,
“Bangkitlah wahai Ubaidah ibn al-Harits, Hamzah, dan Ali.”
Ketika mereka telah berhadapan, kaum Musyrik itu berkata, “Siapa
kalian?”
Ubaidah menjawab, “Aku Ubaidah ibn al-Harits”
Hamzah berkata, “Aku Hamzah ibn Abdul Muthalib”
Dan Ali berkata, “Aku Ali ibn Abu Thalib”
Mereka berkata lagi, “ini baru lawan yang sebanding.”
Ubaidah al-Harits, yang usianya paling tua, berkelahi melawan Utbah
ibn Rabi’ah, Hamzah melawan Syaibah ibn Rabi’ah, dan Ali melawan al-Walid ibn
Utbah. Ali dapat membunuh al-Walid dengan cepat, begitu pula dengan Hamzah yang
dapat segera membunuh Syaibah. Sedangkan Ubaidah dan Utbah terlihat masih
berkelahi dengan sengit. Melihat anak dan saudaranya tewas di
hadapannya, lalu Utbah sendiri yang maju untuk menuntut balas yang kali ini
dihadapi oleh Ubaidah bin Harits. Mereka laksana dua tiang yang kokoh, saling
beradu pukulan dan tampaknya kekuatan mereka seimbang. Ubaidah berhasil memukul
pundak Utbah hingga patah, tetapi Utbah berhasil memotong betis kaki Ubaidah,
keduanya tampak sekarat.
Melihat
kejadian tersebut, Ali dan Hamzah langsung
menghampiri Utbah dan mengayunkan pedangnya dan menuntaskan perlawanan Utbah. Setelah
mereka membunuh Utbah ibn Rabi’ah, Kemudian keduanya mengangkat tubuh Ubaidah
ibn al-Harits yang terluka parah dan menyerahkannya kepada para sahabat yang
lainnya untuk dirawat.
Usai
duel yang ditandai dengan terbunuhnya musuh-musuh Allah dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di tangan para pahlawan
Islam, kedua pasukan beradu. Tak lama kemudian orang-orang jahat yaitu kaum
musyrikin terpukul mundur dan kalah.
Wafatnya Ubaidah ibn
al-Harits
Melihat Ubaidah ibn al-Harits yang sedang terluka parah, lalu
Rasulullah saw. meletakkan kepala Ubaidah ke paha beliau dan mengusap mukanya
yang penuh debu. Dan saat itu pula Ubaidah teringat pada peristiwa saat orang kafir
Quraisy ingin membunuh rasulullah, bahkan mereka menawarkan seorang anak muda bernama
Umarah sebagai pengganti kepada Abu Thalib. Lalu Abu Thalib menolak seraya berkata
:
“Tidak
mungkin aku menyerahkan Muhammad untuk kalian bunuh, sementara kalian
menyerahkan Umarah untuk aku jadikan anak. Aku tidak akan pernah menyerahkan
Muhammad kepada kalian. Aku akan melindunginya, walaupun aku mati terkapar di
sekeliling kalian. Dan bahkan menelantarkan anak-anak dan istriku, aku akan
tetap melindunginya”.
Teringat
perkataan Abu Thalib tersebut, Ubaidah ibn al-Harits memandang Rasulullah saw.
dan berkata :
“Wahai
Rasulullah, seandainya Abu Thalib melihat keadaanku seperti ini, ia pasti akan
mengetahui bahwa aku lebih berhak atas kata-kata yang di ucapkannya tersebut”
Rasulullah
saw. pun tersenyum mendengar perkataan Ubaidah ibn al-Harits tersebut. Lalu
Ubaidah bertanya lagi,
“bukankah aku sudah syahid, wahai rasulallah ?” Tanya Ubaidah.
“benar”. Jawab Rasulullah
saw.
Sedikitpun beliau tidak mengeluh dengan keadaannya. Dan dalam
perjalanan pulang antara 4 atau 5 hari setelah peperangan badar, Ubaidah ibn
al-Harits meninggal dunia di daerah al-Shafra. Ada riwayat yang mengatakan
bahwa waktu penguburan Ubaidah ibn al-Harits, Rasulullah sendiri yang turun ke
liang lahat, padahal beliah belum pernah sekalipun turun langsung ke liang
lahat.
Dalam suatu riwayat, saat Rasulullah bersama para sahabat melaksanakan
perjalanan, mereka beristirahat di Nazilah, para sahabat berkata kepada Rasulullah,
“sungguh kami mencium wangi
misik.”
Rasulullah pun bersabda,
“Apakah kalian tidak tahu? Di sinilah kuburan Abu Muawiyah Ubaidah
ibn al-Harits.”
Ubaidah ibn al-Harits berperawakan sedang dan berwajah rupawan. Ia
wafat sebagai syahid dalam usia 63 tahun. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala
merahmatinya.
PENUTUP
Demikian biografi singkat sahabat Rasulullah saw. “Ubaidah ibn
al-Harits”. Begitu besar pengorbanan beliau terhadap agama Islam, bahkan beliau
rela mengorbankan jiwa dan raga demi agama yang dibawa oleh Rasulullah saw.
Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dalam sejarah
singkat Ubaidah ibn al-Harits ini, dan juga menjadi pedoman hidup untuk lebih
lagi mencintai Allah dan Rasulullah.
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan biografi ini
banyak sekali mempunyai kekurangan. Baik dari
segi kata maupun penulisan. Maka dari itu dimohonkan kritik dan sarannya
untuk penyempurnaan penulisan berikutnya.
Akhirul kalam, Wallahul
Muwafiq Ila Aqwamit Thariq, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
ijin copy Om....
BalasHapus