Kamis, 19 Juni 2014




BIOGRAFI
UBAIDAH IBN AL-HARITS

Ubaidah ibn al-Harits adalah seorang sahabat Rasulullah saw. dari suku Quraisy keturunan Bani Muthalib. Ayahnya bernama al-Harits ibn Abduk Muthalib ibn Abdu Manaf dan ibunya bernama Sukhailah binti Khuza’I ibn al-Huwairits al-Tasaqafiyah. Ia dipanggil dengan nama Abu al-Harits dan Abu Muawiyah.
Nama Ubaidah ibn al-Harits tidak terkenal sebagaimana sahabat-sahabat Rasulullah saw. lainnya, namun perjuangan beliau memberikan semangat dan kekuatan bagi kaum muslimin lainnya. Kiprahnya dalam membela Rasulullah saw. sangat dikagumi karena ia juga merupakan kerabat dekat Nabi yaitu sepupu Rasulullah saw.
Ubaidah ibn al-Harits memeluk agama Islam sebelum Rasulullah saw. menjadikan rumah al-Arqam ibn Abu al-Arqam sebagai pusat kajian dan penyebaran Islam. Beliau memeluk islam bersamaan dengan Abu salamah ibn Abdul Asad, Abdullah ibn al-Arqam al-Makhzumi, dan Utsman ibn Mazh’un.
Usia Ubaidah ibn al-Harits lebih tua sepuluh tahun dari Nabi Muhammad, tetapi ia memiliki kedudukan tersendiri di hadapan Rasulullah saw. baik karena kesetiaan maupun kemampuannya. Ketika Rasulullah saw. mengizinkan para sahabat untuk hijrah ke Yatsrib, Ubaidah ibn al-Harits ikut hijrah bersama rombongan kaum muslim. Beliau menempuh perjalanan hijrah ditemani oleh dua orang saudaranya yaitu al-Tufail dab al-Hishin ibn al-Harits, dan juga ditemani oleh Misthah ibn Utsatsah. Di Yatsrib mereka tinggal bersama keluaga Abdullah ibn Salamah al-Ajlani.




Ubaidah ibn al-Harits Sang Pemegang Bendera Islam Pertama
Dalam kitab Tarikh, Abu Ja’far al-Thabari meriwayatkan dari al-Waqidi bahwa pada bulan Syawal tahun pertama Hijriah Rasulullah saw. menyerahkan bendera putih kepada Ubaidah ibn al-Harits ibn Abdul Muthalib ibn Abdu Manaf seraya memerintahkan bertolak ke Bathni Utstsah. Tiba di Tsaniyatil Marah (wilayah Juhfah) bersama 60 orang Muhajirin (tanpa didampingi seorang Anshar pun), mereka bertemu kaum musyrik di dekat mata air Ahya. Terjadilah perang panah di antara mereka. Abu Ja’far mengutip dari Ibn Ishaq bahwa perang kecil itu terjadi pada tahun kedua Hijriyah, berbeda dengan pendapat al-Waqidi.
Para Ahli juga berbeda pendapat tentang siapa yang pertama kali diberi kepercayaan memegang bendera, Abu al-Hasan al-Hasan al-Maidani menuturkan bahwa bendera pertama yang diserahkan oleh Rasulullah saw. kepada pasukan sariyah (perang yang tidak diikuti Nabi saw.) diberikan kepada Hamzah ibn Abdul Muthalib yang diutus ke saif al-Bahr. Sementara Ibn Ishaq mengatakan bahwa bendera pertama diberikan kepada pasukan sariyah yang dipimpin oleh Ubaidah ibn al-Harits.
 apakah Hamzah ibn Abdul Muthalib ataukah Ubaidah ibn al-Harits. Al-Thabari mengatakan bahwa kebanyakan ulama melihat bendera Ubaidah ibn al-Harits sebagai bendera Islam pertama yang diserahkan oleh Rasulullah saw



Peran Ubaidah ibn al-Harits Dalam Perang Badar
Perang badar terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun kedua hijriyah. Pada peperangan tersebut Rasulullah memgawa 313 orang tentara, termasuk didalamnya Ubaidah ibn al-Harits, Hamzah ibn Abdul Muthalib dan Ali ibn Abu Thalib. Dalam peperangan itu jumlah kaum Muhajirin sebanyak 77 orang dan kaum Anshar sebanyak 236 orang. Mereka membawa beberapa ekor kuda, 60 baju perang, dan 70 ekor unta. Mereka semua berjalan beriringan. Sementara pasukan musyrik berjumlah kurang lebih 1000 pasukan. Mereka membawa 200 ekor kuda, 600 baju perang, dan 700 ekor unta. Namun dengan jumlah pasukan dan perlengkapan yang jauh lebih besar itu mereka tak mampu mengalahkan kaum muslim.
Sebelum perang berkecamuk, maju tiga orang sahabat Anshar dan dua sahabat Anshar lainnya, yaitu Mu’awwidz ibn al-Harits, dan Auf ibn al-Harits langsung loncat ke medan laga memenuhi tantangan duel itu. Ketiga muslim itu langsung menghunus pedang mereka berhadapan dengan tiga orang kafir. Namun setelah mereka berhadapan, utbah dan dua kawannya bertanya,
“Siapa kalian ?”
Abdullah ibn Ruwahah menjawab, “kami laki-laki Anshar.”
Dengan angkuh dan nada yang sinis, Utbah dan Syaibah berkata,
“kami tak punya urusan dengan kalian.”
Lalu kafir Quraisy itu kembali menyerukan tantangan dengan lantang : “wahai Muhammad, perintahkanlah tiga orang dari kaum kami (Muhajirin) yang pantas menghadapi kami!”
Mereka merasa bahwa kaum Anshar lebih rendah derajatnya daripada kaum Quraisy, karena Kaum Quraisy merupakan suku yang terpandang dan sangat dihormati di jazirah Arab, terutama karena mereka yang berkuasa dalam mengelola Tanah Haram Makkah, di mana Ka’bah telah menjadi tempat ziarah mereka selama ratusan tahun atau bahkan ribuah tahun.
Kemudian Rasulullah saw. Memerintahkan kepada para sahabatnya, “Bangkitlah wahai Ubaidah ibn al-Harits, Hamzah, dan Ali.”
Ketika mereka telah berhadapan, kaum Musyrik itu berkata, “Siapa kalian?”
Ubaidah menjawab, “Aku Ubaidah ibn al-Harits”
Hamzah berkata, “Aku Hamzah ibn Abdul Muthalib”
Dan Ali berkata, “Aku Ali ibn Abu Thalib”
Mereka berkata lagi, “ini baru lawan yang sebanding.”
Ubaidah al-Harits, yang usianya paling tua, berkelahi melawan Utbah ibn Rabi’ah, Hamzah melawan Syaibah ibn Rabi’ah, dan Ali melawan al-Walid ibn Utbah. Ali dapat membunuh al-Walid dengan cepat, begitu pula dengan Hamzah yang dapat segera membunuh Syaibah. Sedangkan Ubaidah dan Utbah terlihat masih berkelahi dengan sengit. Melihat anak dan saudaranya tewas di hadapannya, lalu Utbah sendiri yang maju untuk menuntut balas yang kali ini dihadapi oleh Ubaidah bin Harits. Mereka laksana dua tiang yang kokoh, saling beradu pukulan dan tampaknya kekuatan mereka seimbang. Ubaidah berhasil memukul pundak Utbah hingga patah, tetapi Utbah berhasil memotong betis kaki Ubaidah, keduanya tampak sekarat.
Melihat kejadian tersebut, Ali dan Hamzah langsung menghampiri Utbah dan mengayunkan pedangnya dan menuntaskan perlawanan Utbah. Setelah mereka membunuh Utbah ibn Rabi’ah, Kemudian keduanya mengangkat tubuh Ubaidah ibn al-Harits yang terluka parah dan menyerahkannya kepada para sahabat yang lainnya untuk dirawat.
Usai duel yang ditandai dengan terbunuhnya musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di tangan para pahlawan Islam, kedua pasukan beradu. Tak lama kemudian orang-orang jahat yaitu kaum musyrikin terpukul mundur dan kalah.



Wafatnya Ubaidah ibn al-Harits
Melihat Ubaidah ibn al-Harits yang sedang terluka parah, lalu Rasulullah saw. meletakkan kepala Ubaidah ke paha beliau dan mengusap mukanya yang penuh debu. Dan saat itu pula Ubaidah teringat pada peristiwa saat orang kafir Quraisy ingin membunuh rasulullah, bahkan mereka menawarkan seorang anak muda bernama Umarah sebagai pengganti kepada Abu Thalib. Lalu Abu Thalib menolak seraya berkata :
 “Tidak mungkin aku menyerahkan Muhammad untuk kalian bunuh, sementara kalian menyerahkan Umarah untuk aku jadikan anak. Aku tidak akan pernah menyerahkan Muhammad kepada kalian. Aku akan melindunginya, walaupun aku mati terkapar di sekeliling kalian. Dan bahkan menelantarkan anak-anak dan istriku, aku akan tetap melindunginya”.
Teringat perkataan Abu Thalib tersebut, Ubaidah ibn al-Harits memandang Rasulullah saw. dan berkata :
“Wahai Rasulullah, seandainya Abu Thalib melihat keadaanku seperti ini, ia pasti akan mengetahui bahwa aku lebih berhak atas kata-kata yang di ucapkannya tersebut”
Rasulullah saw. pun tersenyum mendengar perkataan Ubaidah ibn al-Harits tersebut. Lalu Ubaidah bertanya lagi,
“bukankah aku sudah syahid, wahai rasulallah ?” Tanya Ubaidah.
 “benar”. Jawab Rasulullah saw.
Sedikitpun beliau tidak mengeluh dengan keadaannya. Dan dalam perjalanan pulang antara 4 atau 5 hari setelah peperangan badar, Ubaidah ibn al-Harits meninggal dunia di daerah al-Shafra. Ada riwayat yang mengatakan bahwa waktu penguburan Ubaidah ibn al-Harits, Rasulullah sendiri yang turun ke liang lahat, padahal beliah belum pernah sekalipun turun langsung ke liang lahat.
Dalam suatu riwayat, saat Rasulullah bersama para sahabat melaksanakan perjalanan, mereka beristirahat di Nazilah, para sahabat berkata kepada Rasulullah,
 “sungguh kami mencium wangi misik.”
Rasulullah pun bersabda,
“Apakah kalian tidak tahu? Di sinilah kuburan Abu Muawiyah Ubaidah ibn al-Harits.”
Ubaidah ibn al-Harits berperawakan sedang dan berwajah rupawan. Ia wafat sebagai syahid dalam usia 63 tahun. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala merahmatinya.



PENUTUP

Demikian biografi singkat sahabat Rasulullah saw. “Ubaidah ibn al-Harits”. Begitu besar pengorbanan beliau terhadap agama Islam, bahkan beliau rela mengorbankan jiwa dan raga demi agama yang dibawa oleh Rasulullah saw.
Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dalam sejarah singkat Ubaidah ibn al-Harits ini, dan juga menjadi pedoman hidup untuk lebih lagi mencintai Allah dan Rasulullah.
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan biografi ini banyak sekali mempunyai kekurangan. Baik dari  segi kata maupun penulisan. Maka dari itu dimohonkan kritik dan sarannya untuk penyempurnaan penulisan berikutnya.
Akhirul kalam, Wallahul Muwafiq Ila Aqwamit Thariq, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.



1 komentar: